Oleh: Sudono Syueb
Harianindonesiapost.com Berkaitan dengan beredarnya video di medsos dan tv pada tangga 25 Oktober 2019 yang berisi seolah olah Dewan Da'wah Islamiyah Indoneseia mau mendirikan Partai Politik maka PP DDII mengeluarkan Pandangan Resminya Nomor : 182/PP/DD/XII/1441/2019
Tentang
Da’wah dan Politik Kontemporer serta Pendirian Partai Politik yang ditanda tangani Ketua Pembina Prof. Dr. A.M. Saefuddin dan Ketua Umum Drs. H. Mohammad Siddik, MA tanggal 11 Desember 2019 sebagai berikut:
Sehubungan dengan beredarnya video di media sosial dan TV dari Masyumi pada tanggal 25 Oktober
2019 yang menyatakan bahwa “Dewan Da’wah akan mendirikan partai politik baru” maka Dewan
Da’wah merasa perlu memberikan penjelasan sebagai berikut :
Pertama, Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia senantiasa berpegang teguh pada fatsoen politik
dan ruh perjuangan partai Masyumi yang tidak melakukan dikotomi antara Da’wah dan Politik. Da’wah
adalah panglima dari aktivitas politik yang dilakukan baik berpolitik melalui institusi Partai Politik
maupun non Partai Politik. Allahyarham Mohammad Natsir telah memberikan garis panduan yang jelas
akan hal ini dengan sebuah rumusan bahwa “Dulu kita berda’wah melalui jalur Politik tetapi sekarang
kita berpolitik melalui jalur da’wah” (Wawancara M. Natsir dengan Majalah Tempo tahun 1990).
Panduan tersebut kini diterjemahkan oleh para pengurus Dewan Da’wah dengan tagline “Selamatkan
Indonesia dengan Daw’ah”. Oleh sebab itu, aktivitas da’wah yang dilakukan oleh Dewan Da’wah selalu
terhubung dengan konstelasi politik untuk kemaslahatan ummat, bangsa dan Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI). Sejarah telah membuktikan, bahwa walaupun Dewan Da’wah bukan partai politik
tetapi banyak aktivitasnya justru dapat menjadi Problem Solver atas kebuntuan politik yang ada.
Selain
itu, Dewan Da’wah juga selalu mengedepankan cara cara konstitusional dalam menyampaikan
keberatannya terhadap kebijakan pemerintah yang dirasa melanggar syariat Islam.
Allahyarham
Mohammad Natsir juga pernah berpesan kepada ummat Islam bahwa jika kita buta terhadap politik maka
kita akan “dimakan” oleh politik itu sendiri, yang merupakan peringatan kepada ummat Islam untuk
tidak anti politik dalam arti tidak harus menjadi anggota partai Politik tetapi harus selalu paham tentang
arah politik yang dapat merugikan kepentingan ummat Islam sehingga tidak mudah diperdaya oleh
oknum oknum yang hanya berpolitik untuk “menjual ummat” tetapi sebenarnya tidak peduli dengan
ummat Islam itu sendiri.
Kedua, sesuai dengan hasil keputusan Silatnas Dewan Da’wah pada tahun 2010, maka Dewan
Da’wah mengambil jarak yang sama dengan seluruh partai politik yang mengusung idelologi Islam
maupun yang berbasis massa Islam.
Sebagai konsekuensinya, Dewan Da’wah membebaskan
pengurusnya di segala tingkatan untuk menjadi pengurus partai politik yang diharapkan berada di partai
partai yang berideologi Islam. Dewan Da’wah juga selalu menitipkan amanah ummat untuk terus
dikawal melalui kader kader Dewan Da’wah yang sedang duduk menjabat di segala tingkatan baik level
eksekutif, legislatif maupun yudikatif baik yang dikenal maupun yang tidak dikenal publik. Sehingga
Dewan Da’wah mempunyai prinsip yaitu tidak berpolitik praktis tetapi berpolitik kritis dan konstruktif.
Artinya kebijakan pemerintah yang tidak sesuai dengan aspirasi ummat Islam akan terus mendapat kritik
masukan yang konstruktif dari Dewan Da’wah agar sesuai dengan nilai nilai Islami yang dianut oleh
mayoritas penduduk di Indonesia.
Ketiga, Dewan Da’wah secara institusional tidak mendirikan Partai Politik. Dalam hal, terdapat
pengurus/kader/keluarga besar Dewan Da’wah yang berijtihad mendirikan partai politik maka Dewan
Da’wah menegaskan pendirian partai politik tersebut dilaksanakan oleh Badan Penyelidik Usaha-Usaha
Persiapan Partai Islam Ideologis (BPU- PPII).
Demikianlah Pandangan Resmi Pimpinan Pusat Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia untuk dapat
dijadikan petunjuk dan klarifikasi bagi ummat Islam secara khusus dan masyarakat Indonesia pada
umumnya.
0 Comments